Fenomena ini mungkin tidak akan kami sampaikan pada kesempatan ini
jika saja saudari-saudariku sepondokan, baik yang berstatus aktivis
muslim maupun bukan, mampu menjaga kehormatan dirinya dan bersabar atas
berbagai macam gelombang syahwat dan syubhat yang terus
didengung-dengungkan oleh pihak yang tidak senang dengan kejayaan agama
ini.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam telah mengkhawatirkan fitnah
(ujian) ini terhadap umatnya. Sebagaimana yang telah disabdakan beliau
shalallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya,
“Sesungguhnya di antara yang aku takutkan atas kamu adalah syahwat
mengikuti hawa nafsu pada perut kamu dan kemaluan kamu serta
fitnah-fitnah yang menyesatkan.” (HR. Ahmad).
Dengan penuh kesabaran, mereka akan senantiasa terus merusak generasi
muda serta kaum wanitanya. Mengapa ? karena dari wanita-wanita yang
rusak moralnya akan terlahir generasi penerus bangsa yang rusak pula
ditambah lagi para pemudanya yang tidak tahu lagi menjaga adab-adab
dalam bergaul yang telah ditentukan oleh Allah melalui lisan Nabi-Nya
shalallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia dan telah temaktub di dalam
agama yang telah sempurna ini.
Memang betul diri ini bukanlah pribadi yang alim namun ijinkanlah
kami mengisi catatan kehidupan kami dengan sesuatu yang bermanfaat bagi
agama ini. Adanya tulisan ini juga bukan berarti kami ingin memposisikan
sebagai pihak yang paling benar, sekali lagi tidak.
Mudahan-mudahan uraian ini mampu mewakili kebiasaan kaum kami ketika berinteraksi dengan kaum hawa.
Harapan kami melalui media ini ialah engkau bersama teman-teman kosmu
proaktif dalam mencegah kemungkaran, terutama di lingkungan terkecilmu,
yaitu di pondokan. Sekurang-kurangnya saling nasehat-menasehati dan
saling mengingatkan saudaranya, yang masih belum memperoleh hidayah,
agar terhindar dari bahaya tersebut.
Kami yakin di benak ukhti telah tersirat keinginan di atas namun
terganjal sesuatu. Bisa saja berupa perasaan bahwa dirinya belumlah
pantas menasehati saudaranya. Entah dikarenakan merasa lebih muda,
kurang sholeh, masih kurang ilmu agamanya dibandingkan dia, tidak ingin
membuka aib saudaranya, tidak ingin membuat saudaranya sedih kemudian
akan membenci ukhti, atau tidak ingin mencampuri urusan orang lain.
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan umatnya untuk menyampaikan dan mengajarkan ilmu kepada manusia.
Beliau bersabda, “Sampaikanlah dariku walaupun hanya satu ayat”. (HR. Bukhari & Muslim).
Nah, bukankah ayat yang telah ukhti hafal tidak hanya satu... Mulai
dari ayat pertama Surah An-Naas sampai…Kami yakin telah beratus-ratus
ayat dalam memorimu. Apakah itu masih belum cukup ? Hmmm, menunggu
hingga menjadi hafidzhoh, kah ?
“Jadilah kalian di tengah manusia laksana lebah di tengah bangsa
burung, tiada seekor burung pun melainkan menganggap remeh terhadapnya,
padahal seandainya bangsa burung itu mengetahui barokah yang terkandung
di perut lebah, niscaya mereka tak akan meremehkannya. Maka bergaullah
di tengah manusia dengan lisan dan jasad kalian dan berbaurlah bersama
mereka dengan amal shalih dan hati kalian. Sesungguhnya manusia akan
mendapatkan sesuai dengan apa yang dia usahakan dan pada hari kiamat
nanti akan dikumpulkan bersama siapa yang dicintainya”. (Ali bin Abi
Thalib radhiallahu'anhu).
Perlu diingat pula bahwa azab yang ditimpakan terhadap suatu kaum
yang di dalamnya penuh dengan kemungkaran dan kemaksiatan tidak hanya
menimpa kepada mereka yang bermaksiat tetapi juga akan menimpa selain
mereka. Begitu banyak contoh musibah di negeri ini dimana korbannya
tidak hanya dari kalangan ahli maksiat namun juga menimpa orang-orang
sholeh di daerah tersebut. Apakah gempa di Indonesia hanya menimpa ahli
maksiat sajakah ? Atau apakah ukhti tega menimpakan azab Allah kepada
seluruh penghuni pondokan walaupun secara tidak langsung ?
Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman, “Dan peliharalah dirimu dari pada
siksaan yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zalim saja di antara
kamu, dan ketauhilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya”. (QS. Al-Anfal:
25).
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Sesungguhnya manusia apabila melihat seorang yang zhalim lalu tidak mencegahnya, niscaya, hampir-hampir Allah Subhanahu wa Ta’ala menimpakan azab untuk mereka semuanya.” (HR. Abu Dawud & Tirmidzi)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Sesungguhnya manusia apabila melihat seorang yang zhalim lalu tidak mencegahnya, niscaya, hampir-hampir Allah Subhanahu wa Ta’ala menimpakan azab untuk mereka semuanya.” (HR. Abu Dawud & Tirmidzi)
Ketika kita telah mengetahui pentingnya ilmu, maka sebagai buah dan
konsekuensi dari ilmu tersebut adalah beramal. Bayangkan jika ada
seorang kimiawan yang sudah menguasai teori reaksi kimia, menguasai
teori bahan-bahan kimia, dan trik mencampur bahan tersebut agar
menghasilkan reaksi kimia yang cepat dan aman namun dia tidak mau
mengaplikasikan ilmunya tersebut. Apakah teori tersebut dapat dikatakan
bermanfaat bagi dirinya ?
Begitupula ilmu agama yang telah kita pelajari tanpa kita amalkan
maka tidak akan bermanfaat bagi kita karena Allah akan menghisab tentang
apa yang kita amalkan disamping apa yang kita ketahui. Barangsiapa yang
beramal tanpa ilmu maka ia telah menyerupai kaum Nasrani dan
barangsiapa yang berilmu tanpa mengamalkannya maka ia telah menyerupai
kaum Yahudi. (Tafsir Ibnu Katsir).
Ibnu Mas’ud rahimahullah berkata, “Belajarlah ilmu. Apabila sudah
tahu, maka amalkanlah”. Selain itu betapa indahnya perkataan Fudhail bin
Iyadh rahimahullah, “Seseorang yang berilmu akan tetap menjadi orang
bodoh sampai dia dapat mengamalkan ilmunya. Apabila dia mengamalkannya,
barulah dia menjadi seorang alim”.
Perkataan ini mengandung makna yang dalam karena apabila seseorang
memiliki ilmu akan tetapi tidak mau mengamalkannya, maka dia adalah
orang yang bodoh. Hal ini karena tidak ada perbedaan antara dia dan
orang yang bodoh. Maka seseorang yang berilmu tidaklah menjadi seorang
alim yang sebenarnya sampai dia mengamalkan ilmunya.
Semua orang yang belajar ilmu dengan tujuan bukan untuk
mengamalkannya akan diharamkan baginya keberkahan ilmu, kemuliaannya,
dan pahalanya yang agung.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan kita dari tidak mengamalkan ilmu dengan sabdanya,
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan kita dari tidak mengamalkan ilmu dengan sabdanya,
“Perumpamaan orang yang mengajari orang lain kebaikan, tetapi
melupakan dirinya (tidak mengamalkannya), bagaikan lilin yang menerangi
manusia sementara dirinya sendiri terbakar”. (HR. Thabrani. Muhaddits
abad ini, Muhammad Nashiruddin Albani, berkata sanadnya jayyid (baik)).
Kiranya, dalil berikut ini cukup bagi saudariku yang di kampus aktif
di organisasi keagamaan. Bahkan menjadi pemandu asistensi agama Islam di
prodinya. Namun ketika berada di pondokan, malah hobi mendatangkan
teman lelakinya. Maka dikhawatirkan ia termasuk golongan yang menyuruh
orang lain berbuat kebajikan namun ia sendiri terjatuh dalam keburukan.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang orang yang
tidak mengamalkan ilmunya, “Didatangkan seseorang pada hari kiamat
kemudian dia dilemparkan ke neraka sehingga terurai usunya dan dia
berputar sebagaimana kedelai berputar pada penggilingan. Kemudian
berkumpullah para penghuni neraka disekelilingnya dan berkata, “Wahai
fulan, apa yang menimpamu ? Bukankah kamu dulu menyuruh kami untuk
berbuat baik dan mencegah kami dari kemungkaran ?” Kemudian orang
tersebut berkata, “Dahulu aku menyuruh berbuat kebaikan tapi aku tidak
melakukannya dan aku mencegah perbuatan munkar namun aku melakukannya.”
(HR. Bukhari & Muslim dari Usamah bin Zaid).
(HR. Bukhari & Muslim dari Usamah bin Zaid).
Kami yakin saudariku tentu telah memperoleh proses tarbiyah di
lingkungan kampus, organisasi, maupun liqo. Namun siapa yang mampu
menjamin sepulangnya dari liqo atau kajian keilmuan mereka akan terbebas
dari perilaku jahil. Bahkan orang sekelas murabbi pun tidak akan mampu
menjaga kondisi keimanan para mutarabbi-nya akan tetap istiqomah
sebagaimana yang ditampakkannya ketika liqo.
Mudah-mudahan kajian-kajian, entah itu liqo, TTS, dan lain
sebagainya, yang sedang saudari-saudariku ikuti mampu membentengi
dirinya dari terkaman kami, para serigala berbulu domba. Dan juga semoga
beberapa penggal kalimat di bawah ini dapat menjadi bahan bagi ukhti
untuk dapat menyelamatkan saudaramu, terutama yang berada satu pondokan,
agar tidak semakin dalam tergelincir dalam jurang kemaksiatan.
Tentunya semua itu dilakukan dengan niat ikhlas berdakwah lillahi
ta’ala serta penuh hikmah agar mereka segera sadar akan kekeliruannya
selama ini. Kebenaran yang pada asalnya susah untuk diterima oleh jiwa,
ketika disampaikan dengan cara yang buruk dan kasar, tentunya justru
akan membuat orang semakin lari dari kebenaran. Oleh karena itulah,
dakwah pada dasarnya harus disampaikan dengan cara lemah lembut.
Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Serulah (manusia) kepada
jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan mauidzoh hasanah (pelajaran yang baik)
dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah
yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan
Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS.
An-Nahl: 125).
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya
tidaklah kelemahlembutan itu ada pada sesuatu melainkan akan
menghiasinya. Dan tidaklah kelemah-lembutan itu tercabut dari sesuatu
kecuali akan membuatnya menjadi jelek.” (HR. Muslim).
Wahai saudariku yang semoga Allah melimpahkan rahmat kepadamu...
Allah ta'ala memberikan permisalan tentang orang yang telah mengumpulkan banyak kebaikan akan tetapi nanti di akhirat, amalan kebaikan yang diandalkannya tidak dapat banyak bermanfaat,
Allah ta'ala memberikan permisalan tentang orang yang telah mengumpulkan banyak kebaikan akan tetapi nanti di akhirat, amalan kebaikan yang diandalkannya tidak dapat banyak bermanfaat,
Allah berfirman yang artinya,
”Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dia mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-buahan, kemudian datanglah masa tua pada orang itu sedang dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu terbakarlah, Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu memikirkannya. (QS. Al-Baqarah:266).
”Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dia mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-buahan, kemudian datanglah masa tua pada orang itu sedang dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu terbakarlah, Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu memikirkannya. (QS. Al-Baqarah:266).
Ibnu Abbas radhiallahu'anhuma ketika menjelaskan ayat di atas, beliau
mengilustrasikan dengan orang kaya yang beramal karena taat kepada
Allah, kemudian Allah mengutus setan padanya, lalu orang itu melakukan
banyak kemaksiatan sehingga amal-amalnya terhapus (Tafsir Ibnu Katsir).
Oleh karenanya tidaklah pantas diri kita merasa sungkan menasehatinya
hanya karena amal ibadahmu belumlah sebanyak dia. Ketauhilah,
sebagaimana hadits di atas, amal ibadah sebanyak apapun tidak akan
banyak bermanfaat baginya bilamana dirinya masih gemar bergelimang dalam
kemaksiatan. Atau engkau merasa belum bisa menyaingi kekayaan mereka ?
Atau menganggap dirimu bodoh hanya karena IP-mu di bawah saudaramu ?
Marilah kita merenungkan sejenak sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam berikut,
“Sesungguhnya Allah membenci setiap orang yang ‘alim (pandai) dalam masalah duniawi namun jahil (bodoh) terhadap masalah akhirat”. (Shahihul Jami’: 1875).
“Sesungguhnya Allah membenci setiap orang yang ‘alim (pandai) dalam masalah duniawi namun jahil (bodoh) terhadap masalah akhirat”. (Shahihul Jami’: 1875).
Saudariku…sering kali kita melihat seseorang yang bergelimang dalam
kemaksiatan namun Allah Ta’ala memberinya kenikmatan duniawi yang sangat
besar dan kemudahan dalam melakukan segala urusannya. Ada yang diberi
harta yang melimpah, rumah mewah, mobil bagus, dan lain-lainnya. Namun
di sisi lain, kita melihat orang-orang yang dikenal dengan ketaatan pada
Allah banyak mendapatkan cobaan duniawi baik berupa kemiskinan,
kekurangan uang, penyakit dan lain sebagainya.
Ya… bisa juga dianalogikan dengan keadaan umat Islam kini
dibandingkan umat lainnya. Dimana orang-orang yang maju dalam bidang
ekonomi, teknologi, perindustrian, dll masih didominasi oleh umat non
muslim sedangkan kaum muslimin hanya sebagai penonton dan masih berada
dalam keterpurukannya hingga saat ini. Apakah Allah Ta’ala tidak adil
dalam memberikan balasan pada hamba-Nya ?
Saudariku…itulah istidroj yang menipu..
Kita melihat orang yang bergelimang dalam kemaksiatan kepada Allah
malah dibukakan pintu rezeki seluas-luasnya serta dimudahkan segala
urusan hidupnya. Maka demikianlah hakikat istidroj (dilulu). Allah akan
memberi mereka kenikmatan duniawi sehingga mereka akan terus-menerus
melakukan kemaksiatan dan mereka merasa aman dari makar Allah. Sampai
suatu saat Allah akan membalasnya dengan azab yang sangat pedih setelah
dosa-dosa kemaksiatannya bertumpuk. Na’udzu billahi min dzaalik.
Bagi saudara kita yang belum tersadar akan kekeliruannya selama ini,
cukuplah dalil di bawah ini menjadi renungan. Allah Ta’ala berfirman
yang artinya,
“Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah ? Tiada yang
merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi.” (QS.
Al-A’raaf: 99).
Allah juga mengancam orang yang merasa PD melanggar rambu-rambu
syariat-Nya dan terus-menerus tenggelam dalam kemaksiatan. Allah
berfirman yang artinya,
“Maka serahkanlah kepada-Ku orang-orang yang mendustakan
perkataan ini. Nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur
dari arah yang tidak mereka ketahui, dan Aku memberi tangguh kepada
mereka. Sesungguhnya rencana-Ku amat tangguh.” (QS. Al-Qolam: 44-45).
Sebenarnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam juga telah
mengingatkan kita namun banyak saudara kita yang enggan menghadiri
majelis ilmu. Sehingga warisan beliau ini makin asing di telinga kita.
Beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya,
“Jika engkau melihat seorang hamba yang senantiasa diberi kenikmatan dunia yang diinginkannya sementara dia senantiasa berada dalam kemaksiatan, maka itulah istidroj.”(HR.Ahmad & Ibnu Jarir).
“Jika engkau melihat seorang hamba yang senantiasa diberi kenikmatan dunia yang diinginkannya sementara dia senantiasa berada dalam kemaksiatan, maka itulah istidroj.”(HR.Ahmad & Ibnu Jarir).
Lebih tragisnya lagi apabila kita masih saja merasa lalai akan makar
Allah. Maka secara tidak sadar kita telah terjerembab ke dalam dosa
besar. Ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam ditanya oleh Ibnu
Abbas radhiallahu'anhuma tentang dosa besar, maka beliau menjawab,
“Syirik kepada Allah, putus asa dari rahmat Allah, dan merasa aman dari
makar Allah.”(HR. Al Bazar & Ibnu Abi Hatim).
Adakalanya sikap lalai ini disebabkan saudara kita berpaling dari
agama Allah, lalai dari mengenal Tuhannya serta meremehkan hak-hak-Nya.
Akibatnya ia meninggalkan kewajiban dan terus-menerus berbuat maksiat.
Sehingga rasa takut, terhadap azab Allah baik di dunia maupun di
akhirat, dari hatinya terus berkurang dan keimanan tidak tersisa sedikit
pun.
Adakalanya pula disebabkan saudara kita beribadah kepada Allah namun
merasa takjub dengan dirinya serta tertipu dengan amal sholehnya.
Akibatnya, ia merasa PD ketika bermaksiat karena yakin amal ibadahnya
selama ini akan meneggelamkan dosa-dosanya. Sehingga hilanglah rasa
takutnya kepada Allah. Ia menyangka telah sedemikian dekat dan berada
pada kedudukan yang tinggi di sisi Allah.
Saudariku yang tegar di jalan dakwah…
Terus menerus melakukan maksiat akan mengakibatkan kerasnya hati,
jauh dari Allah, dan lemahnya iman. Sebab iman itu bertambah dengan
ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan. Terus menerus melakukan
maksiat juga akan mengakibatkan maksiat tersebut menjadi suatu kebiasaan
sekaligus tempat bergantung bagi pelakunya. Sungguh, jika jiwa itu
terbiasa dengan suatu hal maka akan sulit untuk berpisah dengannya. Jika
ini telah terjadi pelaku maksiat akan sulit melepaskan diri dari
maksiatnya dan setan akan membukakan untuknya pintu-pintu kemaksiatan
lainnya yang lebih besar dan lebih dahsyat dari sebelumnya. Oleh sebab
itu, ahli ilmu dan ahli akhlak berkata: “Sesungguhnya kemaksiatan adalah
pengantar kekafiran, di mana seseorang akan berpindah-pindah dari satu
maksiat kepada maksiat lainnya, setahap demi setahap sampai ia berpaling
dari agamanya.” Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memberikan taufik dan
keselamatan kepada kita semua. {Majaalis syahri Ramadhan, Pengajar
Syari’ah dan Ushuluddin Universitas Al-Imam Muhammad bin Su’ud
Al-Islamiyah dan anggota Majelis Kibarul Ulama (MUI-nya Kerajaan Saudi
Arabia), Fadhilatu Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin)
Di samping itu jika kita tidak hati-hati, dalam kehidupan yang kini
serba permisif, maka kita akan jatuh pada sikap meremehkan ajaran agama
ini. Di mana beberapa sebab pembatal keislaman, sebagaimana rukun islam
yang lain rukun syahadat juga memiliki pembatal, di antaranya adalah :
1. Berbuat syirik dalam beribadah kepada Allah.
2. Menjadikan wasa’ith (perantara) antara dia dan Allah.
3. Tidak mengkafirkan orang-orang musyrik, atau ragu dengan kekufuran mereka, atau bahkan membenarkan madzhab mereka.
4. Meyakini bahwa selain ajaran Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam itu lebih sempurna daripada ajaran beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam.
5. Membenci sedikit saja, dari syari’at yang dibawa oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam.
6. Melecehkan –sekalipun sedikit dari- dari agama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam.
7. Melakukan perbuatan sihir.
8. Membantu kaum musyrikin dan menolong mereka untuk menghancurkan kaum muslimin.
9. Meyakini bolehnya bagi seseorang keluar dari syari’at Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam.
10. Berpaling dari agama Allah.
1. Berbuat syirik dalam beribadah kepada Allah.
2. Menjadikan wasa’ith (perantara) antara dia dan Allah.
3. Tidak mengkafirkan orang-orang musyrik, atau ragu dengan kekufuran mereka, atau bahkan membenarkan madzhab mereka.
4. Meyakini bahwa selain ajaran Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam itu lebih sempurna daripada ajaran beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam.
5. Membenci sedikit saja, dari syari’at yang dibawa oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam.
6. Melecehkan –sekalipun sedikit dari- dari agama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam.
7. Melakukan perbuatan sihir.
8. Membantu kaum musyrikin dan menolong mereka untuk menghancurkan kaum muslimin.
9. Meyakini bolehnya bagi seseorang keluar dari syari’at Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam.
10. Berpaling dari agama Allah.
(Risalah Mufti ‘Am Kerajaan Saudi Arabia dan Pimpinan Majelis Kibarul
Ulama serta Ketua Dewan Divisi Penelitian Ilmiah dan Komisi Fatwa,
Syaikh Abdul Aziz bin Baz).
Kriteria pembatal keislaman di atas bukanlah dimaksudkan untuk
bermudah-mudahan dalam mengkafirkan saudara kita. Namun, semata-mata
dilandasi rasa sayang dan kasihan. Jangan sampai mereka terus-menerus
meremehkan ajaran Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam ini. Jika
masalah ini tetap diremehkan maka dikhawatirkan mereka akan termasuk
golongan pada point ke-4 atau ke-5.
Keberanian mereka melakukan perbuatan yang dilarang oleh syari’at ini
tentunya dilandasi anggapan bahwasanya mereka lebih tahu daripada
Rasululllah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Tentang jalan hidup yang
bagaimanakah yang harus ditempuh. Inilah akibat globalisasi dimana
budaya negatif dari barat pun ikut masuk mencemari gaya hidup kaum
muslimin. Mereka beranggapan bahwa gaya bergaul yang efektif dan efisien
dalam bersosialisasi adalah dengan menyerupai gaya pergaulan bebasnya
remaja bule ala dawnson creek. Kalau di Indonesia mengikuti gaya bergaul
di sinetron-sinetron remaja yang pernah ngetop atau lagi digandrungi,
seperti cinta fitri atau cahaya.
Saudariku yang dicintai Allah…
Dalam kehidupan ini kita akan senantiasa dikelilingi oleh orang yang menganggap remeh atas dosa-dosa mereka, tak terkecuali saudara kita yang merasa butuh bergaul dengan lawan jenis. Namun sayangnya tanpa memperhatikan batasan syari’at. Entah apakah karena beranggapan bahwa kebaikan-kebaikan mereka sudah terlalu banyak atau beranggapan bahwa amalan-amalan shalih mereka sudah begitu melimpah. Sehingga pahala yang mereka kumpulkan pun sudah begitu menggunung.
Dalam kehidupan ini kita akan senantiasa dikelilingi oleh orang yang menganggap remeh atas dosa-dosa mereka, tak terkecuali saudara kita yang merasa butuh bergaul dengan lawan jenis. Namun sayangnya tanpa memperhatikan batasan syari’at. Entah apakah karena beranggapan bahwa kebaikan-kebaikan mereka sudah terlalu banyak atau beranggapan bahwa amalan-amalan shalih mereka sudah begitu melimpah. Sehingga pahala yang mereka kumpulkan pun sudah begitu menggunung.
Apakah shalat-shalat sunnahnya, shalat malamnya, puasa sunnahnya,
infaqnya, kegiatan dakwahnya selama ini dan seterusnya dari
amalan-amalan shalih yang mereka kerjakan akan seperti lautan yang akan
menenggelamkan dosa-dosa yang mereka lakukan ? Sehingga, tanpa risih,
merindukan kedatangan teman lelakinya untuk menengoknya di pondokan.
Kemudian asyik berlama-lama bercengkerama dengannya di bawah naungan
sinar lampu beranda pondokan.
Padahal sudah jauh-jauh hari para ulama kita talah mengingatkan
umatnya agar terhindar dari bahaya pergaulan bebas ini. Imam Ibnu Katsir
rahimahullah mengatakan bahwa setiap persahabatan yang dilandasi cinta
karena selain Allah, maka pada hari kiamat nanti akan kembali dalam
keadaan saling bermusuhan. Kecuali persahabatannya dilandasi cinta
karena Allah ‘azza wa jalla, inilah yang kekal selamanya. (Tafsir Ibnu
Katsir).
Apakah dinamakan cinta karena Allah jika kita mengharuskan adanya
perjumpaan, berboncengan, atau bercanda gurau dengan menerjang
rambu-rambu syari’at. Tentunya tidak hanya satu dari saudara kita dalam
satu pondokan, baik yang telah mengikuti proses tarbiyah maupun yang
belum tersentuh hidayah, masih ada yang belum yakin bahwa perhatian kaum
kami yang hakiki adalah setelah menikah? Memang nampaknya jalan menuju
ke sana tidak jelas dan butuh kesabaran ekstra. Apalagi kita dikejar
usia yang semakin uzur. Sehingga akan membuat kaum hawa khawatir akan
penampilannya yang semakin pudar.
Ditambah lagi dengan kondisi keluarga yang memprihatinkan dimana
ayahanda sakit-sakitan atau bahkan telah lama ditinggal oleh salah satu
atau kedua ortu sekaligus. Sehingga iblis akan mendatangi lalu
membisikkanmu untuk segera memperoleh tambatan hati walaupun harus
menabrak rambu syari’at. Sebab dengannya masa depanmu akan nampak
“jelas” dan “pasti”. Ditambah lagi kondisi kejiwaan kita, baik ikhwan
atau akhwat, yang membutuhkan tempat berbagi/perhatian dari orang lain.
Apalagi bagi mereka yang berada jauh dari orang tua dimana
hari-harinya diliputi kesedihan yang mendalam tatkala teringat ortunya
di seberang laut/sungai. Ketika kami menampakkan diri di hadapanmu
sebagai sosok pribadi yang peduli dan perhatian secara “tulus” akan
segala masalah kehidupanmu maka engkau dengan serta-merta menganggap
telah memperoleh tempat untuk berbagi segala beban kehidupanmu dalam
perantauanmu ini.
Saudariku…seringkali kata sabar didengung-dengungkan setiap kali
menghadapi segala ujian kehidupan tidak terkecuali ujian ini. Tetaplah
bersabar dan ridho dengan keputusan Allah dan berserah diri kepada-Nya.
Hindarilah mencari jalan pintas dengan menabrak rambu syari’at-Nya.
Sebab salah satu tanda hilangnya iman dalam diri ini ialah ketidak
sabaran dalam menjalani ketaatan kepada Rabbnya.
Imam Ahmad mengatakan, “Sabar disebutkan di dalam Al-Qur’an sebanyak lebih dari 70 ayat. Kaitan sabar dan iman seperti halnya kedudukan kepala dan jasad. Seseorang yang tidak sabar dalam melaksaknakan ketaatan, dalam menjauhi kemaksiatan serta ketika tertimpa musibah maka ia sudah kehilangan sebagian besar dari imannya.”
(Kitab At-Tamhid: 391).
Imam Ahmad mengatakan, “Sabar disebutkan di dalam Al-Qur’an sebanyak lebih dari 70 ayat. Kaitan sabar dan iman seperti halnya kedudukan kepala dan jasad. Seseorang yang tidak sabar dalam melaksaknakan ketaatan, dalam menjauhi kemaksiatan serta ketika tertimpa musibah maka ia sudah kehilangan sebagian besar dari imannya.”
(Kitab At-Tamhid: 391).
Sejatinya kesusahan bagi seorang muslim merupakan kebaikan jika dia
bersabar. Sebagaimana Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
yang artinya, “Sungguh menakjubkan perkara seorang mukmin, sesungguhnya
semua urusannya merupakan kebaikan, dan hal ini tidak terjadi kecuali
bagi orang mukmin. Jika dia mendapat kegembiraan, maka dia bersukur dan
itu merupakan kebaikan baginya, dan jika mendapat kesusahan, maka dia
bersabar dan ini merupakan kebaikan baginya. (HR. Muslim).
Namun masih banyak yang tidak setuju dengan perjodohan atau ta'aruf
yang hanya mengenal beberapa hari saja. Alasannya pernikahan itu sakral
dan untuk selama-lamanya. Jadi mesti hati-hati memilih pasangan
hidup.Sehingga akan bermunculan problematika seperti ini, bagaimana bisa
memahami karakter masing-masing calon kalau hanya bertemu sesekali ?
Atau yang lainnya seperti, Dalam pergaulan sehari-hari, tentunya
kalian berkepentingan untuk menjalin hubungan dengan laki-laki,
berkomitmen untuk menikah nanti setelah semua cita-cita pribadi maupun
harapan orang tua tercapai, tetap menjaga tanpa adanya kontak kulit, dan
dalam pertemuan hanya sebatas cerita untuk mengenal satu sama lain,
apakah hubungan kayak gini tetap nggak boleh?
Terbiasanya umat ini dengan gaya bergaul tanpa mengindahkan syari’at
mengakibatkan semakin dilupakannya akhlak Islami yang mestinya
ditegakkan. Bahkan mereka menganggap kebiasaan itu jauh lebih baik dan
lebih tinggi nilainya daripada syari’at Allah yang mengharamkanya. Orang
yang berpegang teguh pada agama ini malah dikatakan kuper, lugu, kolot,
ketinggalan zaman, kaku, sulit beradaptasi, ekstrim, hendak memutuskan
tali silaturrahim, dan sebagainya.
Saudariku…sekali lagi janganlah engkau tertipu dengan kata-kata manis
dari kami karena sesungguhnya Allah Ta’ala belumlah menampakkan
aib/topeng kami di hadapanmu.
Oleh karenanya perhatian kami terhadap kalian sebelum menikahlah yang
haruslah diwaspadai karena dibangun di atas dusta dan kebohongan. Kami
telah mengemasnya sedemikian rupa semata-mata untuk bersenang-senang
memuaskan hawa nafsu yang tak lama kemudian akan tampaklah kenyataan
yang sesungguhnya.
Bukankah Islam tidak mengenal pacaran ? Bukankah Islam menganjurkan
nikah dulu baru cinta, bukan cinta dulu baru nikah. Kemudian kalau
mereka mengatakan bahwasanya pacaran itu supaya tahu pacarnya, maka
perlu diketahui bahwa pacaran itu bukan ukuran. Kebanyakan diantara
mereka setelah menikah baru masing-masing tahu aslinya sehingga tidak
jarang diantara mereka setelah lama berpacaran, 4 tahun pacaran, baru
menikah satu tahun sudah bubar gara-gara mereka telah bercinta dulu
sebelum menikah sehingga ketika menikahpun cinta mereka telah habis.
Jadi solusi yang benar adalah menikah dulu, kemudian setelah menikah
baru bercinta. Namun ketika sebelum menikah ada proses-prosenya dulu,
yaitu saling tukar menukar biodata, kemudian banyak tanya bagaimana
akhlaknya, agamanya, setelah semuanya cocok, sholat istikharah terlebih
dahulu, lalu bermusyawarah, kemudian juga nadhor (melihat calon
pasangannya), baru nikah. Jikalau engkau mau sedikit berfikir maka
perhatian kami yang tulus terhadapmu hanyalah bisa dibuktikan dengan
menikahimu. Kemudian pasti akan timbul sakinah, kedamaian ketentraman
dan didalamnya ada mawadah warahmah (cinta dan kasih sayang) yang
sejati.
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan
sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS. Ar Rum: 21).
Sekali lagi percayalah janji Allah yang akan mempertemukan kalian
dengan pasangan yang sesuai dengan kapasitas kalian. Sengaja
mempromosikan diri sebagai sosok wanita yang senang menyerempet
syariat-nya. Maka secara tidak langsung kalian minta dijodohkan oleh-Nya
dengan pasangan hidup yang seperti itu pula. Apakah yang itu yang
diidam-idamkan oleh kalian selama ini ? Na‘udzubillahi min dzalik.
Allah telah mengingatkan hamba-Nya agar senantiasa memperbaiki diri
masing-masing. Agar dijauhkan darinya pasangan hidup yang keji.
Sebagaimana Allah telah berfirman yang artinya,
“Perempuan-perempuan yang keji untuk laik-laki yan keji, dan
laki-laki yan gkeji untuk perempuan-perempuan yang keji(pula), sedangkan
perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki
yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula). Mereka itu bersih
dari apa yang dituduhkan orang. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki
yang mulia (surga)”. (QS. An-Nur: 26).
Bukankah sudah banyak contoh keluarga selebritis yang hancur
berantakan padahal mereka telah berpacaran sebelum akad pernikahan.
Bahkan telah sampai tahapan hubungan layaknya suami istri (bersentuhan,
berpelukan, pegang-pegangan, cubit-cubitan, senggol-senggolan hingga
perzinaan) lalu berikrar akan setia satu sama lain sampai ajal
menjemput.
Apakah itu semua belum cukup untuk dijadikan bahan pelajaran atau cukupkah hanya sebagai bahan renungan belaka?
Saudariku yang budiman…
Ketika seseorang beranjak dewasa, muncullah benih di dalam jiwa untuk mencintai lawan jenisnya. Ini merupakan fitrah (insting) yang diberikan oleh Allah kepada manusia.
Ketika seseorang beranjak dewasa, muncullah benih di dalam jiwa untuk mencintai lawan jenisnya. Ini merupakan fitrah (insting) yang diberikan oleh Allah kepada manusia.
Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dijadikan indah pada
(pandangan) manusia kecintaan terhadap perkara yang diinginkannya berupa
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak,
kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah
kesenangan hidup di dunia. Dan di sisi Allahlah tempat kembali yang
baik.” (Ali Imran : 14)
Tentunya ukhti dan saudara-saudaramu di pondokan telah meyakini bahwa
agama ini adalah agama yang sempurna. Dimana di dalamnya telah diatur
seluk beluk kehidupan manusia mulai dari adab buang air hingga hukum
ketatanegaraan. Termasuk juga bagaimana pergaulan antara lawan jenis
yang membawa keselamatan di dunia dan akhirat, di antaranya:
Menundukkan pandangan terhadap lawan jenis. Apakah hal ini pernah
kami, para lelaki, lakukan ketika berduaan denganmu ? Sebagian besar
kita beralasan bahwa hijabnya di hati. Jadi kalau nggak ada perasaan
apa-apa dengannya maka tidak perlu menundukkan pandangan. Kok dengan
lancangnya diri ini berani men-tazkiyah/menganggap lebih suci dan sholeh
dibandingkan para sahabat nabi atau istri-istri beliau.
Allah berfirman yang artinya, “Katakanlah kepada laki-laki beriman: Hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (An-Nur: 30).
“Dan katakanlah kepada wanita beriman: Hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (An-Nur: 31).
Kemudian apakah jika kami berduaan denganmu ditemani cahaya lampu
beranda tidak melanggar syari’at. Lebih ngerinya lagi jika ini
“terpaksa” dilakukan oleh seorang muslimah, ia akan mencari-cari
orang/teman kosnya untuk dijadikan mahrom-mahroman. Bukankah ini
termasuk berdusta atas nama agama dan ia sedang menyelisihi perintah
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam demi mengikuti bisikan setan
serta tercapainya tujuan pribadi.
Padahal Allah telah berfirman yang artinya, “Dan barangsiapa yang
mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya,
niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di
dalamnya. Dan baginya siksa yang menghinakan”
(QS. An-Nisaa’: 14).
(QS. An-Nisaa’: 14).
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti
langkah-langkah syaitan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah
syaitan, maka sesungguhnya syaitan itu
menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah
membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS. An-Nur: 21).
menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah
membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS. An-Nur: 21).
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah seorang
laki-laki berdua-duaan (kholwat) dengan wanita kecuali bersama
mahramnya.” (HR. Bukhari & Muslim).
Tidaklah seorang laki-laki berkhalwat dengan wanita kecuali pihak
ketiganya adalah setan (HR. Tirmidzi, 3/474 misyakatul mashabih, 3188).
{Yusuf al-Qaradhawi, Fiqih Praktis bagi Kehidupan Modern}
Memangnya kalau sudah tumbuh benih-benih cinta diantara kita engkau
dapat menjamin kami tetap akan menampakkan kesopanan, kesholehan, dan
rasa malu yang tinggi, sebagaimana dulu kita pertama kali berjumpa.
Dapatkah engkau menjamin bahwa kami, yang nampaknya bertanggung jawab
ini, tidak akan minta “yang macam-macam”, sebagai pembuktian rasa cinta
?
Walaupun sebenarnya kami sadar hal itu dilarang oleh agama ini.
Namun, yang namanya iblis, dengan pengalamannya yang berabad-abad, akan
senantiasa berusaha membuat indah dan mulus jalan kemaksiatan. Ditambah
lagi bertumpuknya kemaksiatan di dalam hati kami telah menyebabkan
dominasi maksiat terpatri dalam hati dan membuat kami cenderung dan
terikat pada maksiat tersebut.
Saudariku yang senantiasa menjaga malu…
Kemaksiatan akan memadamkan cahaya berupa ilmu yang telah
dikaruniakan oleh Allah di dalam hati. Imam Syafi’i menceritakan
pengalaman pribadinya kepada gurunya dalam bait syair berikut:
Aku mengadu kepada imam Waqi’ tentang jeleknya daya hafalku
Maka ia mengarahkanku agar meninggalkan maksiat.
Ia berkata, “Ketauhilah, sesungguhnya ilmu itu adalah cahaya,
Dan cahaya Allah tidak diberikan kepada ahli maksiat.
Oleh karenanya saudariku…seringnya mengulangi perbuatan maksiat
sehabis bertobat akan semakin melemahkan cinta kepada Allah dan
menguatkan cinta kepada selain-Nya dalam hati ini. Bahkan lemahnya iman
dapat menguasai dan mendominasi diri ini sehingga tidak tersisa dalam
hati ini tempat untuk cinta kepada Allah kecuali sedikit bisikan jiwa.
Pengaruh iman tidak akan terasakan dalam melawan dorongan jiwa,
menahan maksiat serta menganjurkan berbuat baik. Akibatnya diri ini akan
semakin terperosok ke dalam lembah nafsu syahwat dan perbuatan maksiat.
Sehingga noda hitam dosa menumpuk di dalam hati dan akhirnya memadamkan
cahaya iman yang lemah dalam hati.
Lalu dapatkah engkau menjamin keakaraban kita mampu menahan kami
untuk tidak menyentuhmu. Tentu saja hal ini tidak termasuk dalam
larangan tersebut, hal-hal yang bersifat darurat dibutuhkan atau yang
terjadi pada tempat ibadah seperti di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi
ketika kedua tempat tersebut penuh sesak terutama ketika musim haji
tiba.
Menyentuh saja dicegah apalagi sampai cubit-cubitan. Ini dikarenakan
menyentuh lawan jenis yang bukan mahromnya merupakan salah satu perkara
yang diharamkan di dalam Islam. Jika memandang saja terlarang, tentu
bersentuhan lebih terlarang karena godaannya tentu jauh lebih besar.
Di dalam sebuah hadits, Aisyah radhiyallahu‘anha berkata, “Demi
Allah, tangan Rasulullah tidak pernah menyentuh tangan wanita sama
sekali meskipun saat membaiat (janji setia kepada pemimpin).” (HR.
Bukhari).
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya kepala
seseorang ditusuk dengan jarum besi, (itu) masih lebih baik daripada
menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Thabrani dengan sanad
hasan).
Bahkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam juga sampai bersabda,
“Sungguh jika seorang pria disentuh oleh seekor babi yang berlumur tanah
dan Lumpur, itu lebih baik baginya dari pada bila pundaknya disentuh
oleh pundak wanita yang tidak halal baginya.”(HR. Ath-Thabarani).
Mengapa masih ada saudara sepondokan, baik yang paham syari’at Islam
maupun jahil terhadap agama ini, dengan santainya nekat menyerempet
rambu-rambu syari’at. Dengan beralasan bahwa kami masih mampu kok
menjaga hati atau beranggapan amalan ibadahnya sudah menggunung dan
Allah Maha Pengampun sehingga berkenan melebur dosa-dosanya ? Padahal
Allah sudah mengingatkan hamba-Nya untuk tidak coba-coba mendekati
jalan-jalan menuju zina. Serta bukankah Allah telah mengingatkan kalian
akan ketidakhalalan gaya bergaul semacam ini.
“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah
suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (Al Isra’: 32).
”Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik-baik. Makanan
(sembelihan) Ahli Kitab itu halal bagimu, dan makananmu halal bagi
mereka. Dan (dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-perempuan yang
menjaga kehormatan di antara perempuan-perempuan yang beriman dan
perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang
diberi Kitab sebelum kamu, apabila kamu membayar mas kawin mereka untuk
menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan bukan untuk menjadikan
pacar. Barang siapa kafir setelah beriman maka sungguh, sia-sia amal
mereka dan di Akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi.” (QS.
Al-Maidah: 5).
Kalaulah kita ibaratkan zina adalah sebuah ruangan yang memiliki
banyak pintu yang berlapis-lapis, maka usaha kami untuk menjadi
“pelindungmu” dapat diibaratkan orang yang telah memiliki semua
kuncinya. Kapan saja kami bisa masuk. Bukankah saat berpacaran kami
tidak lepas dari zina mata dengan bebas memandang ? Bukankah denganmu
kami sering melembut-lembutkan (ini kalo belum akrab) suara di hadapanmu
? bukankah kami akan senantiasa memikirkan dan membayangkan keadaanmu ?
Maka farji pun akan segera mengikutinya.
Waktu tidaklah bisa dirayu untuk bisa kembali sehingga dirinya
menjadi sosok yang masih suci dan belum ternodai. Setan pun bergembira
atas keberhasilan usahanya.
Imam Ibnul Qoyyim berkata, “Allah tidak menjadikan mata itu sebagai
cermin hati. Apabila seorang hamba telah mampu meredam pandangan
matanya, berarti hatinya telah mampu meredam gejolak syahwat dan
ambisinya. Apabila matanya jelalatan, hatinya juga akan liar mengumbar
syahwat…” Beliau juga menuturkan, “Dalam hadits shahih disebutkan bahwa
:
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah
menetapkan untuk anak Adam bagiannya dari zina, yang pasti akan
mengenainya. Zina mata adalah dengan memandang, zina lisan adalah dengan
berbicara, sedangkan jiwa berkeinginan dan berangan-angan, lalu farji
(kemaluan) yang akan membenarkan atau mendustaknnya.” (HR. Bukhari &
Muslim).
Tentunya akan sulit bagi iblis dan bala tentaranya untuk
menggelincirkan sebagian saudara kita sampai terjatuh ke dalam jurang
pacaran gaya cipika-cipiki atau yang semodel dengan itu. Akan tetapi
yang perlu kita ingat, bahwasanya iblis telah bersumpah di hadapan Allah
untuk menyesatkan semua manusia, baik aktivis muslim maupun orang awam,
dengan segenap upayanya. Jangan lupa ia didukung bala tentara yang
sudah professional karena ditunjang pengalaman yang berabad-abad dalam
hal menggelincirkan umat ini ke dalam jurang kemaksiatan.
Iblis telah bersumpah yang artinya,“Demi kekuasaan-Mu, aku akan menyesatkan mereka semuanya.”(QS. Shaad: 82).
Iblis telah bersumpah yang artinya,“Demi kekuasaan-Mu, aku akan menyesatkan mereka semuanya.”(QS. Shaad: 82).
Kalaulah iblis tidak berhasil merusak agama seseorang dengan
menjerumuskan mereka ke dalam gaya pacaran cipika-cipiki, mungkin
cukuplah bagi iblis untuk bisa tertawa dengan membuat kita berpacaran
lewat telepon, SMS atau yang lainnya.
Yang cukup menyedihkan, terkadang gaya pacaran seperti ini dibungkus
dengan agama seperti dengan pura-pura bertanya tentang masalah agama
kepada lawan jenisnya (Hal ini kami lakukan semata-mata untuk
menunjukkan kepadamu bahwa kami adalah sosok pribadi yang peduli akan
perbaikan agama dan akhlak), saling pinjam meminjamkan buku agama (kalau
diserap ilmunya masih mendingan, lha kalau cuma jadi teman tidur kan
lebih parah), peduli kondisi ruhiyah- mu misalnya dengan mengirim
tausiyah lewat media SMS atau lainnya, miss called atau meng-SMS-mu
untuk bangun shalat tahajjud dan lain-lain.
Oleh karenanya Allah Ta’ala memerintahkan Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam untuk memerintahkan orang-orang mukmin agar tetap
menjaga dirinya agar tidak tergelincir dalam bahaya ini meskipun dirinya
sudah merasa sholeh. Sebab Allah Ta’ala selalu menyaksikan amal
perbuatan mereka,
“Dia mengetahui (pandangan)mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.” (Ghafir: 19).
Tatkala seseorang terbiasa melakukan dosa dan hatinya telah tertutupi
oleh karat kemaksiatan. Maka ia pun tidak lagi merasa risih terhadap
pandangan dan gunjingan orang atas kemaksiatannya. Dia bahkan merasa
bangga atas perbuatan kemaksiatannya dan dengan PD nya ia akan berkata,
“Wahai fulan, aku telah berbuat begini dan begini!.” Manusia macam
inilah yang tidak diampuni dosanya dan menjadi sempitlah jalan taubat
atas dirinya sebagaimana sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam,
“Setiap umatku akan dimaafkan kecuali bagi orang yang terang-terangan melakukan dosa.” (HR. Bukhari & Muslim).
Ada sebagian di antara kita beralasan ketika diingatkan akan bahaya
pergaulan di atas, “Pergaulan semacam ini nggak masalah, yang penting
kan hati tetap terjaga karena Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
telah bersabda, “Sesungguhnya Allah tidaklah melihat rupa maupun tubuh
kalian, akan tetapi Dia melihat kepada hati dan amal kalian.”
Walaupun hati ini adalah raja, terkadang tanpa disadari, hati dapat
terbelenggu dengan berbagai macam keinginan dan tujuan hidup pemiliknya.
Orang yang sangat cinta harta misalnya, akan menjadikan seluruh tujuan
hidupnya demi mendapatkan harta.
Sehingga Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Celakalah
budak dinar, celakalah budak dirham, celakalah budak qothifah (sejenis
kain beludru). Sungguh ia celaka dan sakit. Apabila dia tertusuk duri
maka tidak akan tercabut. Jika dia diberi, merasa ridho, namun, jika
tidak, dia marah.”(HR. Bukhari).
Setiap amal yang kita lakukan, baik buruknya merupakan cerminan dari
hati kita. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“…ketauhilah bahwa sesungguhnya di dalam tubuh manusia ada segumpal
daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh tubuhnya. Namun, jika ia
rusak, maka rusak pula seluruh tubuhnya. Ketauhilah, bahwa ia (segumpal
daging tersebut) adalah hati.” (HR. Bukhari).
Ketauhilah wahai saudariku, Allah terkadang menghukum kita misalnya
dengan penyakit, baik yang dirasakan langsung diri kita maupun yang
menimpa keluarga kita. Ingatlah itu semua disebabkan atas dosa dan
kesalahan kita!!!. Janganlah menyalahkan-Nya, salahkan saja diri yang
hina ini.
Sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Dan apa saja musibah yang
menimpamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri.”(
Asy-Syuura: 30).
“Dan Kami tidaklah menganiaya diri mereka tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” (QS. Hud: 11).
Allah akan terus-menerus memberi teguran atas banyaknya dosa dan
maksiat yang kita lakukan. Sebagaimana Allah telah berfirman yang
artinya,
“Dan sesungguhnya Kami telah membinasakan negeri-negeri di
sekitarmu dan Kami telah mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami
berulang-ulang supaya mereka kembali (bertaubat).” (QS. Al Ahqof: 27).
Al-Imam Al-Bukhari meriwayatkan dalam Shahihnya bahwa Nabi
shalallahu’alaihi wasallam bersabda: Pada suatu malam aku bermimpi
didatangi dua orang. Keduanya berkata kepadaku, Pergilah! -kemudian
beliau menyebutkan haditsnya sampai pada sabdanya -:
Kemudian kami mendatangi bangunan seperti tanur yang di dalamnya terdengar suara gaduh memekik. Kamipun melongoknya. Ternyata di dalamnya terdapat pria dan wanita telanjang yang disambar oleh lidah api dari bawah mereka. Ketika lidah api itu mengenai mereka, merekapun memekik kepanasan dan kesakitan. Ketika Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menanyakan hal tersebut kepada malaikat, mereka menjawab: Adapun pria dan wanita yang ada di tanur tersebut mereka adalah laki-laki dan wanita pezina.
Kemudian kami mendatangi bangunan seperti tanur yang di dalamnya terdengar suara gaduh memekik. Kamipun melongoknya. Ternyata di dalamnya terdapat pria dan wanita telanjang yang disambar oleh lidah api dari bawah mereka. Ketika lidah api itu mengenai mereka, merekapun memekik kepanasan dan kesakitan. Ketika Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menanyakan hal tersebut kepada malaikat, mereka menjawab: Adapun pria dan wanita yang ada di tanur tersebut mereka adalah laki-laki dan wanita pezina.
Maka masihkah engkau ingin saudara serumahmu menjadi bagian dari mereka wahai saudariku ?
Tentunya engkau menginginkan turunnya kecintaan dan pertolongan Allah kepada seluruh penghuni rumah, bukan ? Oleh karenanya dalam hal ini Allah mensyaratkan melalui lisan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam;
Tentunya engkau menginginkan turunnya kecintaan dan pertolongan Allah kepada seluruh penghuni rumah, bukan ? Oleh karenanya dalam hal ini Allah mensyaratkan melalui lisan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam;
“Barangsiapa mencintai seseorang karena Allah, membenci seseorang
karena Allah dan memusuhi karena Allah, maka sesungguhnya kecintaan dan
pertolongan Allah hanya dapat diperoleh dengan hal tersebut. Seorang
hamba tidak akan merasakan nikmat iman, sekalipun banyak shalat dan
puasa, sehingga bersikap demikian.” (HR. Ibnu Jarir).
Namun, sangat disayangkan sekali keadaan di pondokan. Dimanakah rasa
wala & bara’ (cinta dan benci) kita tempatkan ? Apakah kita tetap
merasa sama saja. Baik itu bergaul dengan pelaku kemaksiatan maupun
dengan teman liqo. Sehingga tidak ada usaha sedikitpun dari kita untuk
mengingatkannya. Akibatnya dapat ditebak, mereka seakan-akan tidak
merasa bersalah. Karena tidak ada saudara sepondokannya yang menegur
perilakunya selama ini
Memang mencintai lawan jenis merupakan sebuah kewajaran, sebagaimana
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam juga demikian. Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Kesenanganku
dijadikan di dalam shalat. Dan aku dijadikan menyenangi wanita serta
wewangian.” (HR. Muslim).
Namun, manusia diciptakan dalam keadaan lemah ketika menghadapi
fitnah syahwat. Oleh karenanya janganlah engkau tertipu oleh penampilan
kami, para lelaki, layaknya orang yang sholeh terlebih-lebih terhadap
orang awam(jahil akan agama ini). Walaupun dhohir- nya kami kelihatan
sopan dan bertanggung jawab namun itu semua akan segera pupus dan
tampaklah wajah asli kami tatkala engkau telah berada dalam gengaman
kami.
Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan manusia diciptakan dalam keadaan lemah.” (QS. An-Nisaa’ : 28).
SufyanAts-Tsaury rahimahullah berkata, “Maksudnya adalah tidak sabar dalam menghadapi wanita.” (Roudhotul Muhibbin).
Maka wajib bagi kita untuk senantiasa bersabar, bersabar dan
bersabar. Sabar dalam melaksanakan ketaatan dan sabar dalam menjauhi
dosa-dosa. Semoga Allah merahmati Imam Ahmad yang mengatakan bahwa sabar
adalah terus menerus sampai seseorang menapakkan kakinya di Surga
kelak.
Ketika seseorang bertanya kepada Abu Hurairah radhiallahu'anhu
tentang makna takwa, Abu Hurairah radhiallahu'anhu kemudian bertanya
kepada orang tersebut, Apakah engkau pernah melewati jalan yang berduri?
Ia menjawab, Ya pernah. Abu Hurairah radhiallahu'anhu bertanya lagi,
Apa yang engkau lakukan, Ia menjawab, Jika aku melihat duri maka aku
menghindar darinya, atau melangkahinya, atau mundur darinya, Abu
Hurairah radhiallahu'anhu berkata, seperti itulah takwa.
Akan lebih bijak apabila kemaksiatan di pondokan tersebut
diselesaikan oleh kaummu sendiri( ibu kos atau teman-teman satu kos).
Sebab akan lebih mengena dan tidak menimbulkan prasangka negatif
terhadap kami dari si pelaku kemaksiatan tersebut, baik dari kaum kami
maupun dari kaum hawa.
Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Hai orang-orang yang
beriman jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka, yang
bahan bakarnya dari manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.”(QS. At-Tahrim: 6).
Sahabat ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu berkata tentang ayat
ini “Ajarilah mereka (keluarga kalian) tentang adab dan ilmu”. Sedangkan
Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma mengatakan “Lakukan ketaatan kepada
Allah dan tinggalkanlah maksiat kepada Allah! Dan perintahkan keluarga
kalian untuk zikir, supaya Allah menyelamatkan kalian dari siksa
neraka”. (Tafsir Ibnu Katsir).
Saudariku yang sedang menghadapi ujian kehidupan…
Munculnya fenomena di atas di kalangan kaum terpelajar, baik
berstatus aktivis maupun bukan, tentunya bukan saja tanggung jawab
pemilik pondokan untuk mengingatkan penghuninya untuk tidak melakukan
kemaksiatan terselubung tersebut. Namun amar ma’ruf nahi mungkar ini
sudah menjadi tanggung jawab segenap penghuni, baik pemilik maupun anak
kos. Apabila seseorang telah menganggap remeh suatu dosa, ketahuilah
saudariku bahwa, sesungguhnya dia telah terpedaya oleh iblis, walaupun
mereka telah banyak beramal dengan amalan-amalan ketaatan.
Maka bukanlah dikatakan takwa jika seseorang sengaja menerjang
rambu-rambu syariat, mengerjakan apa-apa yang diharamkan oleh Allah atau
meninggalkan apa-apa yang diperintahkan-Nya.
Saudariku yang senantiasa menjaga kesholehan sosial…renungkanlah hadits ini…
Tsauban radhiaallahu'anhu meriwayatkan sebuah hadits yang dapat
membuat orang-orang shalih susah tidur dan selalu mengkhawatirkan
amal-amal mereka. Tsauban radhiaallahu'anhu berkata, Rasulullah
shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Aku benar-benar melihat diantara umatku pada hari Kiamat nanti, ada
yang datang dengan membawa kebaikan sebesar gunung di Tihamah yang
putih, lalu Allah menjadikannya seperti kapas berterbangan, Tsauban
bertanya, Ya Rasulullah, jelaskan kepada kami siapa mereka itu agar kami
tidak seperti mereka sementara kami tidak mengetahui!, Beliau bersabda,
Mereka adalah saudara-saudara kalian dan sebangsa dengan kalian, mereka
juga bangun malam seperti kalian, akan tetapi apabila mendapat
kesempatan untuk berbuat dosa, mereka melakukannya.
(HR. Ibnu Majah, disahihkan oleh AlBani dalam Silsilatul Ahaadits Shahihah No,505)
(HR. Ibnu Majah, disahihkan oleh AlBani dalam Silsilatul Ahaadits Shahihah No,505)
Saudariku, masihkah kita merasa bangga dengan status kita sebagai
aktivis muslim namun kita tidak pernah merasa miris ketika mengetahui
ada saudara seiman, sepondokan,atau seangkatan maupun yang tidak
seangkatan yang sengaja menjatuhkan dirinya dalam pergaulan tanpa
batasan syar’i ?
Apakah ilmu teman-teman sepondokan selama ini hanya berguna bagi
organisasinya saja dan mengacuhkan kondisi pergaulan di pondokannya.
Kami menyadari kesibukan ukhti baik sebagai mahasiswi maupun sebagai
aktivis dakwah. Namun bukankah tidak ada salahnya kami meminta secuil
pengalamanmu dalam berdakwah di kampus/masyarakat. Demi kondisi pondokan
yang lebih baik di masa depan. Amiin.
Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Ta’ala,
“Dan haruslah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imron: 104).
“Dan haruslah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imron: 104).
Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tiap-tiap amal
(pekerjaan) ada masa-masa semangat, dan tiap-tiap masa semangat ada masa
lelahnya maka barangsiapa lelah letihnya karena melaksanakan ajaranku,
maka ia telah mendapatkan petunjuk, dan barangsiapa lelah letihnya bukan
karena melaksanakan ajaranku, maka dia termasuk orang yang binasa.”
(HR. Hakim dan Al Baihaqi).
Kami yakin ukhti telah mengingkarinya dengan hati. Kini saatnya
kalian bersama pemilik pondokan berusaha mencegah kemaksiatan yang
dilakukan oleh sesama penghuni kos melalui lisan. Kemudian tanggung
jawab pemilik pondokanlah untuk menindak lanjuti penghuni yang nakal
tersebut dengan kekuasaannya.
Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam juga telah bersabda,
“Barangsiapa di antara kalian yang melihat kemungkaran maka hendaklah ia mengubah dengan tangannya, jika ia tidak sanggup maka hendaklah ia mengubah dengan lisan, serta kalau ia tidak sanggup maka hendaklah ia mengubahnya dengan hati, dan itu adalah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim).
“Barangsiapa di antara kalian yang melihat kemungkaran maka hendaklah ia mengubah dengan tangannya, jika ia tidak sanggup maka hendaklah ia mengubah dengan lisan, serta kalau ia tidak sanggup maka hendaklah ia mengubahnya dengan hati, dan itu adalah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim).
Saudariku…kuingin berbagi kebiasaan kaum kami dalam berhubungan
dengan kalian. Beberapa contoh riil di bawah ini kami sampaikan
semata-mata bertujuan agar saudari kita dalam pondokan mampu melepaskan
diri dari jeratan teman-teman kami, para serigala berbulu domba. Apakah
beberapa manuver ini pernah ukhti alami ?
Kami senang sekali bercakap-cakap dengan kalian, entah itu dalam
urusan tugas kuliah maupun untuk sesuatu yang nampaknya dipaksakan baik
itu secara langsung maupun via telepon. Bila tidak ada urusan pun kami
akan berusaha mencari-cari celah agar dapat berjumpa denganmu atau
sekedar mengobrol satu atau dua menit. Sebenarnya kami sadar Allah
merekamnya demikian juga setan dari jenis jin maupun manusia pun ikut
membuat suasana pertemuan itu semakin nyaman dan akrab.
Sebagaimana salah satu firman-Nya,
“Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan yang mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu), mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Infithar: 10-12).
“Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan yang mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu), mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Infithar: 10-12).
Kami, para petualang cinta, akan terus menggunakan sarana ini sebagai
alat untuk semakin mengenalkan diri kami kepada kalian. Agar kalian
semakin akrab, rindu, dan betah bergaul dengan kami. Kondisi semacam ini
dapat diqiyaskan juga ke dalamnya chating. Tentunya chating yang tiada
ujung pangkalnya dan hanya membuang waktu semata. Apalagi sekarang telah
ada teknologi messenger yang didukung oleh perangkat webcam. Pastinya
semua itu akan semakin menambah nyaman bagi kami.
Memang di kajian-kajian kami sering diingatkan akan bahaya ini.
Sebagaimana yang disabdakan Beliau shalallaahu ‘alaihi wa sallam:
”Hati-hatilah pada dunia dan hati-hatilah pada wanita karena fitnah
pertama bagi Bani Isroil adalah karena wanita.” (HR. Muslim).
Namun, itu semua sepertinya menguap begitu saja tatkala wanita yang
menjadi incaran kami ada di hadapan mata. Apalagi di era globalisasi
sekarang ini ketika arus informasi dengan mudahnya diakses. Cukup dengan
mengklik tombol, si dia pun hadir di hadapan kami. Terpaan syubhat
teknologi inilah yang tidak dapat kita bendung sehingga menggiring kita
semakin terlena akan godaan ini.
Jika kita acuhkan maka pastilah kita akan dikucilkan oleh teman
sepermainan dan dianggap nggak gaul, kuper atau gaptek (gagap
teknologi).
Langkah selanjutnya, seiring dengan kemajuan teknologi. Dimana
bertebaran tempat-tempat foto kilat di pusat perbelanjaan yang biasa
digunakan kaum muda-mudi untuk mengekspresikan persahabatannya. Demikian
pula munculnya software pengolah gambar serta hp dengan fasilitas foto
mutakhir akan semakin memudahkan kami untuk menyalahgunakannya.
Oleh karenanya Saudariku …janganlah engkau bermudah-mudahan mau
difoto oleh kami atau memfoto dirimu kecuali karena suatu hajat dan
janganlah terlalu mudah engkau sebarluaskan fotomu dengan segala
bentuknya karena hal tersebut merupakan celah bagi kami, para serigala
manusia, untuk berusaha menerkammu.
Selain itu kami sangat senang apabila engkau membalas “sinyal” dari
kami. Entah itu berwujud sms,telpon,email atau respon apapun tergantung
kecanggihan teknologi saat itu. Terutama yang bersifat tidak penting
atau sekedar iseng. Kami anggap itu adalah salah satu bentuk perhatian
darimu. Oleh karenanya berhati-hatilah dalam memberi respon balik karena
hal itu akan membuat kami semakin “terbang jauh di awan”. Dan merupakan
sarana efektif yang akan kami gunakan untuk semakin mengakrabkan
“ukhuwah” kita ini.
Saudariku…kami juga sangat berharap engkau merasa diperhatikan oleh
kami. Terutama sekali di saat-saat momen spesial dalam hidupmu. Entah
itu dengan kunjungan ke kosmu, mentraktirmu (kalau mangsa udah kecantol
biasanya gantian yang ntraktir tergantung momennya), menemanimu
shopping, menghadiahkanmu sesuatu yang tidak engkau duga-duga atau
sekedar mengirimkan ucapan bernada “kepedulian sosial” via telepon.
Namun…kalaulah isi dompet atau jarak membatasi kita cukuplah kukirim
salam hangat via SMS atau e-mail.
Saudariku yang tegar menghadapi godaan…
Dalam bergaul dengan lawan jenis tentunya kami akan menyerumu dengan
kata-kata puitis yang bernada menghalalkan adanya cinta (pacaran)
sebelum pernikahan, menampakkan keramahan, kesholehan, kejujuran dan
keikhlasan, menyatakan sangat menghargai dan menjunjung tinggi
kehormatanmu serta berlemah lembut dalam pembicaraan.
Kami juga memahami engkau lebih suka bergaul dengan teman sharing
yang humoris dan open minded. Sehingga kami pun akan berusaha semaksimal
mungkin membahagiakanmu dengan gurauan yang kami miliki. Semata-mata
ingin membuatmu betah & nyaman berteman bersama kami. Biasanya dalam
bergaul denganmu kugunakan perkataan yang nampaknya menyakitkanmu namun
sejatinya untuk menggodamu. Tentunya jikalau engkau bijak akan engkau
dapati kata-kata aneh namun lucu dariku, seperti si jelex, cerewet, atau
mengubah-ubah namamu menjadi bahan candaan. Inti dari semua itu ialah
menjadikan suasana pertemuan kita tidak garing dan terus mengalir.
Hingga waktu memisahkan kita.
Yang terpenting bagi kami di hadapanmu ialah kami akan senantiasa
berusaha tampil perfect dan bersikap sebagai pelindungmu, dalam segala
hal. Namun sejatinya kami mengkhianati keluargamu dengan semua topeng
kemunafikan di atas,baik itu dengan jalan meneleponmu, mengirimkan sms
tausiyah, me-missed call-mu agar bangun untuk shalat malam, mengajakmu
jalan bersama atau mengantarkanmu ke manapun tujuanmu dengan motor
(berboncengan) atau mobil dan segala kebusukan lainnya.
Sungguh kami melakukan semua itu dengan tujuan-tujuan busuk yang
pasti akan tampak jelas hanya bagi orang yang memikirkannya. Akankah
kami benar-benar menjunjung tinggi kehormatanmu sementara kami
mengajakmu bercengkerama, berjumpa dan jalan/berboncengan bersama, tanpa
ada batasan syari’at di dalamnya, padahal engkau belum halal bagi kami ?
Percayalah bahwasanya hawa nafsu telah merasuki pikiran kami untuk
meminta waktumu agar dapat berjumpa/ bercengkerama/ ber –kholwat
denganmu. Berhati-hatilah karena saat itu kami bukanlah sosok pribadi
yang engkau kenal. Namun telah beralih menjadi lebih sesat daripada
hewan ternak.
Sebenarnya Allah telah mengingatkan umatnya akan bahaya bermain-main dengan hawa nafsu.
“Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa
nafsunya sebagai sesembahannya. Maka Apakah kamu dapat menjadi
pemelihara atasnya ? Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka
itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti
binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang
ternak itu)”. (QS. Al Furqan: 43-44).
Saudariku… teguhkanlah hatimu untuk tetap tidak tergoda bujuk rayu kami.
Ibunda kaum muslimin ‘Aisyah radhiyallahu‘anha menceritakan,
Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam sering kali memanjatkan doa,
“Yaa Muqallibal quluub, tsabbit qalbi ‘alaa tha’aatik” (Wahai Dzat Yang
membolak-balikkan hati teguhkanlah hati hamba untuk senantiasa taat
kepada-Mu). Melihat sikapnya itu maka ‘Aisyah radhiyallahu‘anha berkata
kepada beliau, “Wahai Rasulullah, Anda sering sekali memanjatkan doa
ini. Apakah Anda juga merasa khawatir ?” Lalu beliau pun bersabda,
“Apakah yang dapat membuatku merasa tenang wahai ‘Aisyah, sementara
hati-hati manusia itu berada di antara dua jari-jemari Ar-Rahman. Dia
membolak-balikkan hati menurut kehendak-Nya. Apabila Dia ingin
membalikkan hati seorang hamba maka Dia pun membalikkannya.”
(HR.Ahmad, Ibnu Abi’Ashim, Abu Ya’la, dan Al Ajurri. Dishahihkan oleh Al Albani dalam Zhilalul Jannah).
(HR.Ahmad, Ibnu Abi’Ashim, Abu Ya’la, dan Al Ajurri. Dishahihkan oleh Al Albani dalam Zhilalul Jannah).
Kalau Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam saja seperti ini maka
bagaimanakah lagi dengan kita ? Oleh karenanya mohonlah kepada Allah
untuk tetap teguh di atas jalur ketaatan. Agar engkau terhindar dari
manuver dan kata-kata manis dari kaum kami. Yang tidak ada obat manapun
yang mampu menyadarkanmu bila telah terbius olehnya. Terkecuali berobat
dengan apa-apa yang telah diajarkan Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam
dan wasiat para ulama.
Munculnya kerinduan akan kasih sayang dari lawan jenis tentunya tidak
akan muncul begitu saja. Semuanya butuh proses tidak terkecuali masalah
yang satu ini. Bacaan, tontonan televisi, serta dan kisah-kisah cinta
yang rendah, hina penuh aib dan cela (harus difilter dg sudut pandang
ilmu syar’i, ada nggak sih manfaatnya), merupakan akar dari tumbuhnya
pohon cinta. Engkau akan dapati di dalamnya zat, yang lebih hebat daya
pengaruhnya dibandingkan racikan kimia terbaik buatan manusia manapun,
yang akan membiusmu perlahan-lahan tanpa engkau sadari. Racun itu
menyelinap di antara indahnya halaman tabloid yang warna-warni, suguhan
tayangan yang memanjakan mata untuk tetap menontonnya, serta kertas
majalah yang halus mengkilap dan wangi.
Murid Ibnu Taimiyah yaitu Imam Ibnul Qayyim Al Jauziyah mengemukakan
enam tahapan yang dilalui setan dalam menyesatkan dan memperdaya
manusia.
Tahap pertama ialah pengkafiran atau pemusyrikan manusia. Kalau yang
diajaknya itu muslim, yang beriman teguh, tidak dapat dikafirkan, dan
tidak dapat dimusyrikkan, setan melangkah ke tahap kedua.
Tahap kedua ialah pembid’ahan.
Kalau yang didakwahi setan ini orang yang kokoh dan istiqomah pada
ajaran Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam, setan akan melangkah
pada tahap ketiga.
Tahap ketiga yaitu menjebak orang Islam kepada kaba’ir (dosa-dosa besar).
Kalau yang bersangkutan beriman teguh. Setan tidak pernah berputus asa. Ia segera beralih ke tahap keempat.
Tahap keempat yaitu menjebak manusia dengan dosa-dosa kecil.
Kalau masih gagal, setan segera melangkah ke tahap kelima.
Tahap kelima yaitu menyibukkan manusia kepada masalah-masalah yang
mubah (boleh). Sehingga yang bersangkutan menghabiskan waktunya untuk
urusan-urusan yang mubah, yang dampaknya, lupa menunaikan
perbuatan-perbuatan yang dicintai Allah Ta’ala. Misalnya: Frekuensi
membaca/mendengarkan Al Quran lebih sedikit daripada aktivitas menonton
film/membaca novel. Kalau tahap kelima ini tetap gagal juga, setan akan
melanjutkannya ke tahap keenam.
Tahap keenam yaitu menyibukkan manusia dalam urusan-urusan kurang
bermanfaat atau yang manfaatnya lebih kecil sehingga dampak persoalan
yang lebih penting dan yang lebih baik jadi tertinggalkan dan
terabaikan. Misalnya, sibuk dengan amalan sunnah sehingga amalan wajib
tertinggalkan.
Saudariku yang senantiasa menjaga kehormatan dan martabat wanita…
Apakah pemilik pondokan atau ukhti bersalah, jika di pondokannya, menginginkan penghuninya memilih tayangan yang bermutu serta menjauhi infotainment, program acara, sinetron-sinetron,dan film-film yang hina, yang hanya menonjolkan kemewahan serta gemerlapnya dunia, menyajikan kisah cinta dengan akting yang justru merendahkan martabat wanita.Dimana tinggi rendahnya nilai seseorang harus ditunjukkan dengan besar kecilnya rasa sayangnya kepada kekasihnya. Atau apakah berdosa mematikan akses ke televisi agar penghuni atau saudaranya menjauhi semua itu karena hanya akan merusak akhlak, kehormatan, serta rasa malunya.
Apakah pemilik pondokan atau ukhti bersalah, jika di pondokannya, menginginkan penghuninya memilih tayangan yang bermutu serta menjauhi infotainment, program acara, sinetron-sinetron,dan film-film yang hina, yang hanya menonjolkan kemewahan serta gemerlapnya dunia, menyajikan kisah cinta dengan akting yang justru merendahkan martabat wanita.Dimana tinggi rendahnya nilai seseorang harus ditunjukkan dengan besar kecilnya rasa sayangnya kepada kekasihnya. Atau apakah berdosa mematikan akses ke televisi agar penghuni atau saudaranya menjauhi semua itu karena hanya akan merusak akhlak, kehormatan, serta rasa malunya.
Tentunya semua itu harus dilakukan dengan niat ikhlas berdakwah
lillahi ta’ala serta penuh hikmah agar mereka segera sadar akan
kekeliruannya selama ini.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa
mengajak kepada petunjuk, maka ia akan memperoleh pahala seperti pahala
orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala mereka
sedikitpun. Dan barangsiapa mengajak kepada kesesatan, maka ia
mendapatkan dosa seperti orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi
dosa mereka sedikitpun.” (HR. Muslim).
Pada tafsir surat Al ‘Ashr, Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah
berkata, “Maka dengan dua hal yang pertama (ilmu dan amal), manusia
dapat menyempurnakan dirinya sendiri. Sedangkan dengan dua hal yang
terakhir (dakwah dan sabar), manusia dapat menyempurnakan orang lain.
Dan dengan menyempurnakan keempat-empatnya, manusia dapat selamat dari
kerugian dan mendapatkan keuntungan yang besar”.
(Taisiir Karimir Rohman).
(Taisiir Karimir Rohman).
Yakinlah selama jalan yang kita tempuh berada di koridor-Nya, Insya
Allah, Allah akan senantiasa memudahkan segala urusan orang yang
menolong agama-Nya.
Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu”.
(QS. Muhammad: 7).
Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu”.
(QS. Muhammad: 7).
Menolong agama Allah Ta’ala tentunya bukanlah dengan jalan menjadi
aktivis di lembaga dakwah kampus atau istiqomah beramal tetapi masih
hobi melanggar ketentuan-Nya. Tolonglah agama ini dengan melakukan
ketaatan dan menjauhi larangan-Nya.
Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman yang artinya,
“Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa, (yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembayang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang munkar.” (QS. Al-Hajj: 40-41).
“Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa, (yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembayang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang munkar.” (QS. Al-Hajj: 40-41).
Dari ayat di atas terlihat jelas bahwa sebab terbesar datangnya
pertolongan Allah adalah dengan mentaati Allah dan Rasul-Nya shalallahu
‘alaihi wa sallam. Di antara bentuk mentaati Allah dan Rasul-Nya
shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah dengan mempelajari dan memahami
agama ini. Paham akan segala konsekuensi yang kelak kita terima apabila
berani melanggar larangan-Nya. Serta bertekad meninggalkan kemaksiatan
yang biasa dahulu dilakukan semasa masih jahil terhadap agama ini.
Sekali lagi kami memohon pertolongan saudariku, yang telah lebih
dahulu memperoleh hidayah, untuk segera menjauhkan pondokan ini dari
azab Allah. Tentunya dengan jalan tidak membiarkan saudari kita semakin
terlena atas perbuatannya.
Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Jikalau sekiranya penduduk
negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan
kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Tetapi mereka mendustakan
(ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”
(QS. Al-A’rof: 96).
Allah Ta’ala juga berfirman, “Jika kamu (wahai kaum muslimin) tidak
melaksanakan apa yang telah Allah perintahkan, niscaya akan terjadi
kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (QS. AL-Anfal: 73).
Saudariku…ingatlah kita adalah perantau…
Kenikmatan hidup seringkali membuat kita lupa diri dan tidak tahu diri. Sehingga kita lupa dimanakah tujuan akhir hidup ini dan akan kemanakah kita !!!
Dan untuk apa kita dihidupkan oleh-Nya di muka bumi ini.
Nabi shalallahu’alaihi wa sallam bersabda:
Kenikmatan hidup seringkali membuat kita lupa diri dan tidak tahu diri. Sehingga kita lupa dimanakah tujuan akhir hidup ini dan akan kemanakah kita !!!
Dan untuk apa kita dihidupkan oleh-Nya di muka bumi ini.
Nabi shalallahu’alaihi wa sallam bersabda:
“Surga dan neraka telah diperlihatkan kepadaku, maka aku belum pernah memandang hari yang lebih banyak mengandung kebaikan sekaligus keburukan daripada hari ini. Kalau kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis” Anas bin Malik melanjutkan, “Tidak ada hari setelah itu yang lebih berat bagi para Sahabat dibandingkan dengan hari tersebut. Pada hari itu, mereka semua menutup kepalanya sambil terisak-isak karena tangisan” (HR Bukhari dan Muslim)
Bagaimana saudariku? Apakah hatimu tergetar mendengar hadits ini?
Kalau seandainya tidak, maka engkau adalah manusia yang sangat perlu
untuk dikasihani, bagaimana tidak? Para sahabat yang jiwa, raga dan
hartanya telah mereka curahkan untuk membela dan memperjuangkan Islam,
dengan ketakwaannya mereka adalah manusia yang sangat takut kalau-kalau
akhir kehidupan mereka di neraka.
Sementara kita….? Apa yang telah kita persiapkan? Apa yang telah kita
berikan untuk Islam dan kaum muslimin ? Mereka dihina, dimusuhi,
dilempari, diusir dari kampung halaman, disiksa seperti Bilal,
lantas…pernahkah kita mengalami hal seperti itu?
Dalam riwayat lain disebutkan:
“Demi Allah, kalau kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit bersenang-senang dan banyak menangis, dan kalian juga tidak akan bersenang-senang terus di atas ranjang dengan istri kalian, lalu kalian akan keluar menuju ke pegunungan (tempat menyepi) untuk beribadah kepada Allah” Abu Dzar berkata, “Sampai-sampai aku menginginkan kalau diriku hanyalah pohon yang tumbang” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dengan sanad yang hasan).
“Demi Allah, kalau kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit bersenang-senang dan banyak menangis, dan kalian juga tidak akan bersenang-senang terus di atas ranjang dengan istri kalian, lalu kalian akan keluar menuju ke pegunungan (tempat menyepi) untuk beribadah kepada Allah” Abu Dzar berkata, “Sampai-sampai aku menginginkan kalau diriku hanyalah pohon yang tumbang” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dengan sanad yang hasan).
Begitulah, begitu mengerikannya ketika kita dihisab di akhirat, hanya
ada 2 pilihan, surga atau neraka, sampai-sampai Abu Dzar, seorang
sahabat Nabi yang keimanan dan amalnya tidak kita ragukan, membela Nabi,
membela Islam…, beliau kalau diminta memilih daripada dihisab, beliau
memilih menjadi sebatang pohon karena pohon tidak ada beban yang harus
dipertanggungjawabkan. Bagaimana dengan kita? Apa yang sudah kita
siapkan untuk hari perhitungan nanti? Apakah kita sudah menyiapkan
amalan-amalan kebaikan? Apakah kita sudah berprinsip bahwa “waktu adalah
ibadah”, atau malah selama ini kita hanya membuang-buang waktu dengan
sesuatu yang kurang…
Wallahu a’lam bish showab…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar