Hakikat sabar adalah ketika kita mampu mengendalikan diri untuk tidak berbuat keji dan dosa, ketika mampu menaati semua perintah Alloh, ketika mampu memegang teguh akidah islam, dan ketika mampu tanah serta tidak mengeluh atas musibah dan keburukan apapun yang menimpa kita. Kata kerja “shabara” berarti “rabatha” (mengikat) atau “autsaqa” (menguatkan). Yang kita ikat disini adalah kelemahan dan perilaku irasional yang dapat mencemari kepribadian kita yang islami, menurunkan martabatnya, atau bahkan menghancurkannnya. Kita berupaya mengantisipasi kekurangan-kekurangan ini dengan cara menguasai pikiran dan hawa nafsu kita.
Makna
sabar sebagai ikatan yaitu mengikat antara pokok-pokok agama dan
cabang-cabangnya. Pokok-pokok agama ada 3, yaitu: Iman kepada Alloh,
Iman kepada nabi-nabi, Iman kepada kehidupan akhirat. Sedangkan
cabang-cabang agama antara lain: Sholat, puasa, zakat, haji,
jihad.Berdasarkan kedua unsur pokok agama tersebut dapat didefinisikan
islam adalah ketundukan, ketundukan adalah keyakinan, keyakinan adalah
pembenaran, pembenaran adalah pengakuan, pengakuan adalah pelaksanaan,
dan pelaksanaan adalah perbuatan (Imam ‘ali R.A). Dari islam yang
didefinisakan oleh Imam ‘ali r.a tersebut dapat kita jabarkan bahwa
islam adalah orientasi hidup (yang benar), puncaknya adalah kesabaran,
dan kesabaran adalah ketundukan, ketundukan adalah keyakinan, dan
keyakinan adalah pembenaran, pembenaran adalah pengakuan dan pengakuan
adalah pelaksanaan, pelaksanan adalah perbuatan dan perbuatan adalah
perilaku dan mutiara perilaku adalah sabar.
Urgensi Keyakinan
Dalam definisi islam, keyakinan memiliki makna khusus, dan tiga tingkatan bagi keyakinan sebagai berikut:
- Keyakinan berdasarkan pengetahuan ('ilm al-yaqin)
Dengan
pengetahuan, kita dapat sampai pada keyakinan akal. Nalar dan informsi
membawa kita pada pengetahuan. Misalnya, kita melihat cauca mendung,
kita yakin sebentar lagi akan hujan. Hati nurani juga merupakan sumber
bagi pengetahuan kita. Kita mesti mengondisikan dan membimbing pikiran
kita menuju jalan yang benar. Dengan demikian, hati nurani menjadi
terang dan jernih.
- Kayakinan berdasarkan penyaksian (‘ain al-yaqin)
Setelah
menyaksikan hujan, kita sampai pada tahap penegasan keyakinan,
contohnya sederhana berdasarakan penyaksian itu, antara lain adalah
ketika menyaksikan azab. Jika kita yakin bahwa amal baik berganjar
pahala, kita tentu yakin bahwa kejahatan berbalas siksa. Disinilah siksa
menjadi fakta yang meyakinkan. Jadi, Neraka jahanam itu tidak mustahil.
Oleh karena itu, kita harus menerima ajaran Alloh dan menjalankannnya
berdasarkan petunjuk-Nya. Kita juga harus mencari jalan lurus melalui
perantaraaan ilmu agar sampai pada pemahaman dan kebijaksanaan dari
wahyu Illahi yang diturunkan.
- Keyakinan berdasarkan hakikat (haqq al-yaqin)
Hakikat
adalah keyakinan yang pasti. Pada puncaknya, kita tidak menemukan
keraguan ataupun kesalahan sama sekali. Sebab, dalam hakikat ini
terdapat semacam kesatauan spiritual dan aktual antara orang yang
mengetahui(arif) dan sesuatu yang diketahui (ma’rifah). Pada kasus
hujan, kita dapat mengetahuinya dengan rasio dan membuktikannya dengan
penyaksian. Sedangakan pada kasus kehidupan akhirat, kita hanya bisa
membuktikan keberadannnya melaui kebenaran yang meyakinkan. Sebuah
keyakinan yang unggul dan sulit dibantah.
Untk
mencapai puncak keyakinan ini , atau kebenaran yang meyakinkan
tersebut, seseorang mesti memiliki daya penerimaan dan pemhaman atas
kebanaran(hakikat). Ia juga harus membersihkan diri dari ragam dosa,
hasrat duniawi, hawa nafsu, dan kecenderungan lain yang menjerumuskan,.
Inilah tingkat keyakinan tertinggi yang dapat dicapai oleh manusia.
Untuk
mencapai tiga tingkatan keyakinan tersebut,dibutuhkan kesabaran yang
ekstra Ini tidak akan terjadi secara otoimatis, tapi menurut usaha keras
dan ketekunan. Rosulullah SAW bersabda,”keyakinan adalah iman yang
sempurna”.
Alloh
SWT, berfirman” kemudian sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui.
Sekali-kali tidak! Sekiranya kamu mengetahui dengan pasti, niscaya kamu
benra-benar akan melihat Neraka Jahim, kemudian kamu benar-benar akan
melihatnya dengan mata kepala sendiri (QS Al-Takatsur:4-7)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar