Kamis, 15 Maret 2012

Sabar Dalam Perspektif Islam



Hakikat sabar adalah ketika kita mampu mengendalikan diri untuk tidak berbuat keji dan dosa, ketika mampu menaati semua perintah Alloh, ketika mampu memegang teguh akidah islam, dan ketika mampu tanah serta tidak mengeluh atas musibah dan keburukan apapun yang menimpa kita. Kata kerja “shabara” berarti “rabatha” (mengikat) atau “autsaqa” (menguatkan). Yang kita ikat disini adalah kelemahan dan perilaku irasional yang dapat mencemari kepribadian kita yang islami, menurunkan martabatnya, atau bahkan menghancurkannnya. Kita berupaya mengantisipasi kekurangan-kekurangan ini dengan cara menguasai pikiran dan hawa nafsu kita.

Makna sabar sebagai ikatan yaitu mengikat antara pokok-pokok agama dan cabang-cabangnya. Pokok-pokok agama ada 3, yaitu: Iman kepada Alloh, Iman kepada nabi-nabi, Iman kepada kehidupan akhirat. Sedangkan cabang-cabang agama antara lain: Sholat, puasa, zakat, haji, jihad.Berdasarkan kedua unsur pokok agama tersebut dapat didefinisikan islam adalah ketundukan, ketundukan adalah keyakinan, keyakinan adalah pembenaran, pembenaran adalah pengakuan, pengakuan adalah pelaksanaan, dan pelaksanaan adalah perbuatan (Imam ‘ali R.A). Dari islam yang didefinisakan oleh Imam ‘ali r.a tersebut dapat kita jabarkan bahwa islam adalah orientasi hidup (yang benar), puncaknya adalah kesabaran, dan kesabaran adalah ketundukan, ketundukan adalah keyakinan, dan keyakinan adalah pembenaran, pembenaran adalah pengakuan dan pengakuan adalah pelaksanaan, pelaksanan adalah perbuatan dan perbuatan adalah perilaku dan mutiara perilaku adalah sabar.
Urgensi Keyakinan
Dalam definisi islam, keyakinan memiliki makna khusus, dan tiga tingkatan bagi keyakinan sebagai berikut:
  1. Keyakinan berdasarkan pengetahuan ('ilm al-yaqin)
Dengan pengetahuan, kita dapat sampai pada keyakinan akal. Nalar dan informsi membawa kita pada pengetahuan. Misalnya, kita melihat cauca mendung, kita yakin sebentar lagi akan hujan. Hati nurani juga merupakan sumber bagi pengetahuan kita. Kita mesti mengondisikan dan membimbing pikiran kita menuju jalan yang benar. Dengan demikian, hati nurani menjadi terang dan jernih.
  1. Kayakinan berdasarkan penyaksian (‘ain al-yaqin)
Setelah menyaksikan hujan, kita sampai pada tahap penegasan keyakinan, contohnya sederhana berdasarakan penyaksian itu, antara lain adalah ketika menyaksikan azab. Jika kita yakin bahwa amal baik berganjar pahala, kita tentu yakin bahwa kejahatan berbalas siksa. Disinilah siksa menjadi fakta yang meyakinkan. Jadi, Neraka jahanam itu tidak mustahil. Oleh karena itu, kita harus menerima ajaran Alloh dan menjalankannnya berdasarkan petunjuk-Nya. Kita juga harus mencari jalan lurus melalui perantaraaan ilmu agar sampai pada pemahaman dan kebijaksanaan dari wahyu Illahi yang diturunkan.

  1. Keyakinan berdasarkan hakikat (haqq al-yaqin)
Hakikat adalah keyakinan yang pasti. Pada puncaknya, kita tidak menemukan keraguan ataupun kesalahan sama sekali. Sebab, dalam hakikat ini terdapat semacam kesatauan spiritual dan aktual antara orang yang mengetahui(arif) dan sesuatu yang diketahui (ma’rifah). Pada kasus hujan, kita dapat mengetahuinya dengan rasio dan membuktikannya dengan penyaksian. Sedangakan pada kasus kehidupan akhirat, kita hanya bisa membuktikan keberadannnya melaui kebenaran yang meyakinkan. Sebuah keyakinan yang unggul dan sulit dibantah.
Untk mencapai puncak keyakinan ini , atau kebenaran yang meyakinkan tersebut, seseorang mesti memiliki daya penerimaan dan pemhaman atas kebanaran(hakikat). Ia juga harus membersihkan diri dari ragam dosa, hasrat duniawi, hawa nafsu, dan kecenderungan lain yang menjerumuskan,. Inilah tingkat keyakinan tertinggi yang dapat dicapai oleh manusia.
Untuk mencapai tiga tingkatan keyakinan tersebut,dibutuhkan kesabaran yang ekstra Ini tidak akan terjadi secara otoimatis, tapi menurut usaha keras dan ketekunan. Rosulullah SAW bersabda,”keyakinan adalah iman yang sempurna”.
Alloh SWT, berfirman” kemudian sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui. Sekali-kali tidak! Sekiranya kamu mengetahui dengan pasti, niscaya kamu benra-benar akan melihat Neraka Jahim, kemudian kamu benar-benar akan melihatnya dengan mata kepala sendiri (QS Al-Takatsur:4-7)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar