Seiring berjalannya waktu rambut di kepala dan jenggot tak terasa
memutih. Menyikapi fenomena ini sebagian orang berinisiatif untuk
menyemir rambutnya. Tak sedikit yang memilih warna hitam. Apakah hal ini dibolehkan?
إِنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – قَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ –
صلى الله عليه وسلم – قَالَ « إِنَّ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى لاَ
يَصْبُغُونَ ، فَخَالِفُوهُمْ
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Sesungguhnya orang-orang Yahudi dan Nasrani itu tidak
menyemir uban. Oleh karena itu selisihilah mereka” (HR Bukhari no 3275
dan Muslim no 80)
Hadits ini adalah yang menunjukkan adanya anjuran untuk mengubah
warna uban dengan yang lainnya dalam rangka menyelisihi orang-orang
Yahudi yang memiliki ciri khas tidak mau mengubah warna uban.
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ أُتِىَ بِأَبِى قُحَافَةَ
يَوْمَ فَتْحِ مَكَّةَ وَرَأْسُهُ وَلِحْيَتُهُ كَالثَّغَامَةِ بَيَاضًا
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « غَيِّرُوا هَذَا بِشَىْءٍ
وَاجْتَنِبُوا السَّوَادَ ».
Dari Jabir bin Abdillah, Abu Quhafah (bapak dari Abu Bakr, pent)
didatangkan ke hadapan Nabi saat Fathu Makkah dalam kondisi rambut
kepala dan jenggotnya putih semua bagaikan tsaghomah (pohon yang daun
dan bunganya berwarna putih, pent). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
lantas bersabda, “Ubahlah uban ini dengan sesuatu namun jauhilah warna
hitam” (HR Muslim no 5631).
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- «
يَكُونُ قَوْمٌ يَخْضِبُونَ فِى آخِرِ الزَّمَانِ بِالسَّوَادِ
كَحَوَاصِلِ الْحَمَامِ لاَ يَرِيحُونَ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ ».
Dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Di akhir zaman nanti akan ada sekelompok orang yang menyemir rambutnya
dengan warna hitam bagaikan tembolok burung dara. Mereka tidak akan
mencium bau surga” (HR Abu Daud no 4212, dinilai shahih oleh al Albani).
Dua hadits shahih di atas menunjukkan
dengan tegas bahwa menyemir uban dengan warna hitam itu dilarang secara
umum baik orang yang sudah sangat tua ataupun tidak. Di samping
itu larangan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk salah satu
umatnya itu berlaku untuk seluruh mereka kecuali ada dalil yang
mengkhususkannya.
Bahkan hadits yang kedua menunjukkan bahwa menyemir uban dengan warna hitam itu termasuk dosa besar. Oleh karena itu Ibnu Hajar al Haitami al Makki mengkategorikan perbuatan ini sebagai dosa besar sebagaimana dalam al Zawajir. Pernyataan beliau tersebut dikuatkan oleh hadits berikut ini.
وعن أبي الدرداء قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم:
“من خضب بالسواد سود الله وجهه يوم القيامة”.
“من خضب بالسواد سود الله وجهه يوم القيامة”.
Dari Abu Darda’, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barang siapa yang menyemir uban dengan warna hitam maka Allah akan
menghitamkan wajahnya pada hari Kiamat nanti” (Ibnu Hajar dalam Fathul
Bari 10/355 mengatakan, “Diriwayatkan oleh Thabrani dan Ibnu Abi Ashim
dari Abu Darda’ secara marfu’ dan sanadnya lembek/tidak terlalu lemah”).
عن مجاهد قال : يكون في آخر الزمن قوم يصبغون بالسواد ، لا ينظر الله إليهم – أو قال : لا خلاق لهم -.
Dari Mujahid, seorang tabiin, “Di akhir zaman nanti ada sekelompok
orang yang menyemir rambutnya dengan warna hitam. Allah tidak akan
memandang mereka atau tidak ada bagian dari akherat untuk mereka”
(Riwayat Abdur Razaq dalam al Mushannaf no 20182).
عن معمر أن رجلا سأل فرقد السبخي عن الصباغ بالسواد ، قال : بلغنا أنه يشتعل في رأسه ولحيته نار ، يعني يوم القيامة.
Dari Ma’mar, ada seorang yang bertanya kepada Farqad al Sibkhi
tentang menyemir rambut dengan warna hitam. Beliau berkata, “Ada riwayat
yang mengatakan bahwa hukuman perbuatan tersebut adalah rambut kepala
dan jenggot orang yang melakukan hal itu akan dibakar dengan api pada
hari Kiamat nanti” (Diriwayatkan oleh Abdur Razzaq no 20189).
عَنْ اِبْن شِهَاب قَالَ ” كُنَّا نُخَضِّب بِالسَّوَادِ إِذْ كَانَ
الْوَجْه جَدِيدًا ، فَلَما نَغَصّ الْوَجْه وَالْأَسْنَان تَرَكْنَاهُ ”
Dari Ibnu Syihab az Zuhri, beliau berkata, “Kami semir uban dengan
warna hitam ketika wajah masih tampak muda. Namun ketika wajah sudah
tidak lagi muda dan gigi sudah ompong maka kami biarkan sebagaimana apa
adanya” (Riwayat Ibnu Abi Ashim dalam kitab al Khidhab dan dinukil oleh
Ibnu Hajar dalam Fathul Bari).
Berdasarkan riwayat ini sebagian orang mengatakan bahwa larangan
menyemir dengan warna hitam itu hanya berlaku untuk orang yang sudah
sangat tua yang semua rambut kepala dan jenggotnya sudah beruban
sedangkan orang yang keadaan dan usianya belum sebagaimana Abu Quhafah
maka tidak dosa jika menyemir uban dengan warna hitam.
Namun pendapat semacam ini jelas kurang tepat dengan beberapa alasan.
Pertama, riwayat tersebut adalah perkataan seorang tabiin dan pendapat seorang tabiin sama sekali tidak bisa dijadikan sebagai dalil.
Kedua, perkataan dan perbuatan siapapun tidak bisa
menjadi dalil jika bertolak belakang dengan hadits Nabi. Tiga hadits
yang telah kami sampaikan di atas adalah dalil yang menunjukkan
kelirunya orang-orang yang mengatakan adanya rincian dalam masalah ini.
SabdaNabi kepada Abu Quhafah, ‘Jauhilah warna hitam’ tidaklah menunjukkan adanya rincian dalam masalah ini. Terlebih lagi jika mencermati dua hadits berikutnya.
Ketiga, al Albani mengomentari perkataan az Zuhri,
“Di samping riwayat ini tidak layak dijadikan hujah karena faktor yang
telah kami sebutkan (yaitu pendapat tabiin, pent), secara makna riwayat
tersebut juga tidak menunjukkan adanya rincian dan juga tidak
menunjukkan bahwa az Zuhri berpendapat haramnya semir dengan warna hitam
untuk orang yang semua rambutnya sudah memutih. Karena riwayat tersebut
hanya menceritakan perbuatan dan sikap az Zuhri dan hal ini semata
tidaklah menunjukkan haramnya bersemir dengan warna hitam untuk orang
yang semua rambutnya sudah memutih.
Secara implisit riwayat tersebut menunjukkan bahwa az zuhri sama
sekali belum menjumpai hadits yang melarang bersemir dengan warna hitam.
Oleh karena itu, beliau mengambil tindakan hanya dengan dasar perasaan.
Bersemir dengan warna hitam ketika wajah masih nampak muda dan tidak
lagi bersemir dengan warna hitam setelah berusia lanjut.
قَالَ مَعْمَرٌ وَكَانَ الزُّهْرِىُّ يَخْضِبُ بِالسَّوَادِ.
Bahkan Ma’mar, salah seorang murid az Zuhri malah mengatakan, “Az
Zuhri itu bersemir dengan warna hitam” (Riwayat Imam Ahmad 2/309 dengan
sanad yang shahih sampai kepada Ma’mar).
Dalam riwayat ini Ma’mar menjelaskan bahwa Az Zuhri bersemir dengan
warna hitam, tanpa memberi rincian atau mengkhususkannya dalam kondisi
tertentu.
Ditambah lagi, aku tidak tahu secara persis, apakah sanad Ibnu Abi
Ashim sampai ke Zuhri itu shahih ataukah tidak” (Ghayatul Maram karya Al
Albani hal 70-71, cetakan al Maktab al Islami 1414 H)
Ini Juga Berlaku untuk Perempuan?
Sebagian ulama berpendapat bahwa larangan menyemir uban dengan warna
hitam itu hanya berlaku untuk laki-laki dan tidak berlaku untuk wanita.
عن قتادة قال : رخص في صباغ الشعر بالسواد للنساء.
Dari Qatadah, seorang tabiin, beliau berkata, “Dibolehkan menyemir
uban dengan warna hitam bagi perempuan” (Diriwayatkan oleh Abdur Razzaq
dalam al Mushannaf no 20182).
Dalam Tahdzib as Sunan, Ibnul Qoyyim berkata, “Sebagian ulama
membolehkan bersemir dengan warna hitam untuk wanita dengan tujuan
berdandan untuk suami namun hal ini terlarang untuk laki-laki. Inilah
pendapat Ishaq bin Rahuyah. Seakan-akan beliau berpendapat bahwa
larangan semir rambut dengan hitam itu hanya untuk laki-laki. Wanita
dibolehkan mewarnai kuku tangan dan kakinya, suatu yang tidak dibolehkan
untuk laki-laki” (Aunul ma’bud 9/251, Syamilah).
Akan tetapi larangan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersifat umum, berlaku untuk laki-laki dan wanita. Sehingga pendapat yang lebih tepat, larangan ini tidak membedakan antara laki-laki dan wanita. Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar